Minggu, 10 November 2013

MATI BANYAK; GARA-GARA PACARAN + HP = HIV/ AIDS

Foto Ilustrasi (Sumber: www.google.com)
Jika orang luar Papua, mati atau kena HIV/ AIDS karena menggunakan jarum suntik, maka giliran orang Papua, kena HIV/ AIDS, saat ini karena bermula dari Berpacaran dan Bercinta yang diakhiri dengan melakukan hubungan seks dengan sarana Teknologi Informasi Handphone [HP]. Pernyataan berikut ini cukup mewakili apa yang terjadi saat ini, dan cukup memberi penjelasan atas judul tulisan diatas ini. “Nai tika ko aku kai ma kou ma enaida toune kitouyoka,

Sabtu, 09 November 2013

MEMBANGUN “BANGUNAN” DI PAPUA; BERSAMA ”KULI BANGUNAN LOKAL”....Mungkinkah?


Karyawan PT. PUTRA DEWA PANIAI (Foto. Yunus A. Yeimo)
Sejak jaman dulu orang Papua, tahu membangun rumah (arsitektur tradisional). Hasil karya itu adalah setiap suku di Papua telah memiliki rumah adat masing-masing. Yang membedakan itu, bukan karena beda suku, tetapi beda bentuk “arsitekturnya”. Mengapa keterampilan ini kita (generasi muda Papua) tidak dikembangkan? Mengapa hampir semua proyek fisik di Papua, “harus” (selalu) di tangani oleh orang luar Papua? Sebenarnya kita (orang Papua) “bangga” punya heterogenitas “arsitektur tradisional” dengan bentuk dan ciri khas yang berbeda. Lebih jauh dari itu, arsitektur tradisional adalah hasil pengujian (penelitian) alamiah yang dilakukan oleh nenek moyang, (leluhur orang Papua).

Sabtu, 02 November 2013

PERLUKAH AGAMA MEMISAHKAN CINTA?


Foto Ilustrasi (Sumber. www.google.com)
Tulisan ini saya menulis bukan untuk mengakimi Agama [gereja], namun lebih kepada orang yang selalu mengatasnamakan agama sebagai alat untuk menolak atau menerima cinta. Selain itu, tulisan ini hanya sekedar sebagai cerita pengalaman pribadi [curhat], dengan maksud agar jangan ada orang lain yang mengalami apa yang pernah saya alami.
Berikut ini adalah kisah singkat, yang saya alami. Saat itu, tanggal 30 Juni 2008, pukul 06:00  pagi, saya ditelepon oleh pacar saya, dan mengatakan bahwa “amo, bapa bilang nanti sore datang ke rumah. Lalu, saya tanya, untuk apa? Tidak tahu pokoknya bapak bilang bawah dengan orangtua.

Jumat, 01 November 2013

Fenomena Wajah Kota Menjelang PEMILUKADA


KAWASAN PASAR KARANG NABIRE (Foto Yunus Yeimo)
Jaman berubah. Duniapun berubah. Wajah kota-kota yang menyelengarakan pemilihan kepala daerah [PEMILUKADA], pun ikut berubah. Namun, sanyangnya perubahan itu terjadi hanya diatas pohon dan tiang-tiang setinggi 1-3 meter lebih, di perempatan, sepangjang jalan dan disudut-sudut jalan di kota dan Kampung.
Namun, semua itu menjadi indah hanya sekedar atau sementara. Umur warna-warni kota ini, kini kita bisa

Minggu, 08 September 2013

MAKNA PENGAMBILAN MAS KAWIN SUKU MEE DI PAPUA

Foto: Ilustasi

Ruang Amopiya Pustaka - Sistem pengambilan Mas Kawin bagi perempuan suku Mee pada khususnya dan perempuan Papua pada umumnya,  pada zaman dahulu tentu berbeda jauh dengan zaman sekarang, lagi pula beda maknanya. Dulu diambil berdasarkan aturan dan fungsinya demi menjaga martabat perempuan sebagai manusia.
Menurut Petrus Tekege dalam Buku Perempuan Papua, Dulu Kini dan Masa Depan Dalam Fenomena Pembangunan, ada lima makna pengambilan mas kawin berdasarkan norma, dan aturan yang berlaku dalam masyarakatPapua [lihat, Petrus Tekege, Hal. 164-166]

Minggu, 01 September 2013

99,9% SISWA DI PANIAI, BELUM MENGENAL KOMPUTER


Mhs. STIE UNJIAN MENERJAKAN PRAKTIKUM  (Foto. Yunus)
Mengapa 99,9% generasi masa depan Paniai ini akan kehilangan kepercayaan diri dalam dunia Teknologi dan Informasi? Siapa yang salah? Beberapa pihak yang harus bertanggungjawab dalam mengatasi persolan ini adalah orang tua siswa, pemerintah daerah, dan yayasan serta masyarakat luas.
Saya menulis artikel ini atas dasar pengalaman pribadi sebagai guru Teknologi Informasidan Komunikasi [TIK] pada beberapa sekolah di Enarotali, ibu kota Kabupaten Paniai. Saya melihat pada sekolah yang penulis mengajarini menunjukkan bahwa “99,9% siswa tidak pernah memegang [tidaktahu] menggoperasikan komputer”. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni,

Sabtu, 31 Agustus 2013

POLITIK ARSITEKTUR DAN RUANG KOTA DI PAPUA; Catatan Untuk Para “Perencana” Kota, dan Bangunan


Kota Jayapura (Foto. Yunus)
Pemekaran Provinsi dan Kabupaten di tanah Papua yang sedang giat dilakukan saat ini adalah jawaban atas kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Papua. Namun dipihak lain,  pemekaran itu adalah sebuah  lahan “subur” untuk “menanam, meninggalkan, membangun” politik penguasa di bidang arsitektur dan ruang-ruang kota di Papua. Baik di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kecamatan. Dan pemekaran adalah “bukan politik jabatan semata”. Tetapi persoalan mendasar adalah  politik arsitektur dan penataan ruang-ruang kota tanpa identitas. Undang-undang no 21 Tahun 2001, tentang otonomi khusus Papua, tidak mengatur tentang bagaimana kota-kota dan bangunan di Papua itu dirancang (ditata).
Tetapi, didalam undang-undang itu hanya mengatur bagaimna dana otonomi khusus [triliun rupiah] itu digunakan.  Hal ini menandakan bahwa tanah dan manusia Papua, akan kehilangan dan krisis identitas (arsitektur dan ruang kota). Kota-kota dan bangunan hadir tanpa suatu metode dan indetitas yang jelas. Sehingga konsep yang digunakan itupun kaku, keliru berbau akulturasi, politis