SEALTER DEGEI, SE...GURU SUKARELA DI SMP, SMA N.1 KEBO |
Maju mundurnya
sebua bangsa ada di tangan maju tidaknya pendidikan kita. Saya menulis artikel
ini atas pengalaman pribadi penulis sebagai salah satu “guru sukarela” yang
telah mengabdikan diri untuk mengajar dan membagi ilmu serta membagi pengalaman
yang pernah diperoleh di tanah Jawa pada beberapa tahun lalu. Judul tulisan ini
kelihatannya agak “lucu” namun begitulah kenyataan nasib guru-guru sukarela di Papua, khususnya Kabupaten Paniai. Bila
ktia bertanya Siapa guru honor itu?
Bagaimana
nasib pribadi dan keluarganya? Apa harapan dan cita-cita serta masa depan
sebagai seorang “pahlawan” negara? Jawabannya berpulang pada kita semua yang
berkewajiban, teruma Pemerintah Provinsi
Papua, Kabupaten dan Pimpinan sekolah yang bersangkutan, untuk mengelola dan
melihat persoalan ini.
Setiap
pagi penulis melihat, merasakan dan mendengar keluhan teman-teman saya yang
senasib dengan saya. Kami telah diberi gelar oleh negara, yaitu “pahlawan tanpa
gaji”. Sebuah gelar yang hanya ada di Papua, [Indonesia-red]. Lebih jauh lagi
adalah gelar [pahlawan] itu diberikan
oleh negara, tapi dilupakan oleh negara itu sendiri. Negara yang di maksud
disini adalah Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi atau Kabupaten.
Dalam
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru, dan Dosen pada pasal 1 ayat 1
menyebutkan bahwa “Guru” adalah pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik. Lalu apa bedahnya dengan “guru sukarela” [guru tidak tetap]. Karena
dalam Undang-undang ini belum singgung mengenai “guru sukarela”. Jika demikian
apa bedanya guru yang selalu dibayar oleh negara [guru tetap] pada setiap
bulannya dengan guru tidak tetap ini?
Kenyataan bahwa Pendidikan Kabuapten
Paniai, tenaga pendidiknya 50% guru tidak tetap [guru honor]. Sementara dalam
Undang-undang yang telah diatur oleh negara Indonesia belum [tidak] disinggung
mengenai guru tidak tetap. Yang menjadi pertanyaan bagi penulis adalah mengapa
guru tidak tetap [pahlawan tanpa gaji] lebih disiplin dan rajin menjalankan
kewajiban yang telah diatur dalam UU No 14 Tahun 2005, pasal 14 tentang hak dan
kewajiban guru. Sementara, guru yang dibayar oleh negara seringkali mengabaikan
tugas dan kewajibannya sebagai abdi bangsa dan negara, mengapa begini dan
begitu? Entalah.
Guru honor [guru tidak tetap] memang
engkau pahlawan di belantara Papua. Mengapa penulis memberi gelar “Pahlawan
Tanpa Gaji” jawabannya silakan tanyakan kepada guru sukarela yang Anda temui,
apapun tingkat pendidikan mulai dari Pendidikan Usia Dini sampai Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Satu hal yang sering penulis dengar
sebagai salah satu ungkapan dari berbagai guru sukarela yang ada di Kabupaten
Paniai misalnya, “ya kita punya anak-anak dan adik-adik, jadi kita mengajar,
biar mereka juga menajdi manusia”. Sungguh sebuah ungkapan yang sangat mendalam
yang datang dari lubuk hati yang paling dalam. Sebuah ungkapan yang menantikan
perubahan nasib hidup kedepan, harapan akan adanya perubahan hidup. Guru sukarela, adalah pahlawan negara yang
dilupan, oleh negaranya sendiri. Sementara, maju mundurnya sebuah bangsa
ditentukan oleh pendidikan. Kualitas pendidikan akan terlihat, apabila pelaku-pelaku
pendidikan itu, sejahtera.
Sebuah
pertanyaan yang layak diajukan disini adalah “Apa perbedaan antara Guru sukarela
dengan Pegawai Honorer di Dinas lain atau mereka yang bekerja sebagai pengawai
harian pada kantor-kantor pemerintah? Apakah mereka [guru sukarela] ini tidak
punya payung [dinas] yang mampu melindungi? Jika kita membandingkan tugas yang
tanggungjawab yang diemban oleh pegawai Harian dan Guru sukarela jauh beda,
sangat jauh beda. Mangapa? Karena pegawai harian di Dinas hanya datang sapu
ruangan atau ahalaman dan kantor, sedangkan guru sukarela menghabiskan semua
yang dia punyai, seperti waktu, tenaga, pikiran, dan uang yang dia dapat [bukan
dari sekolah yang dia abdi] korban hanya untuk masa depan anak-anak dan
adik-adik sebagai generasi muda, pengganti orangtua, keluarga, kampong, daerah,
suku dan gereja.
Guru
sukarela yang telah, sedang dan akan mengabdi pada bangsa dan negara demi
kemajuan bangsa ini, adalah bukan tamatan SPG, SPGO dan sebagainya. Tetapi mereka
yang telah menyandang gelar sarjana di
peguruan tinggi. Sekali lagi, sarjana yang punya titel perguruan tinggi. Mereka
pulang kampung, membagi ilmu tanpa gaji. Aneh tapi, nyata.
Sejumlah
alasan yang sering dilontarkan oleh para guru sukarela tersebut adalah 1], untuk
menjaga status sosial sebagai seorang intelektual, 2], menjaga dan
menumbuhkembangkan ilmu yang pernah belajar di perguruan tinggi, biar tidak
lupa, 3], untuk mengisi waktu, agar waktu yang berjalan diisi dengan aktifitas
yang bermanfaat, 4], untuk mencari pengalaman sebagai bahan pengembangan diri
kedepan. 5], dan seterusnya dan sebagainya.
Guru
sukarela, kita tidak di gaji di dunia, walau kita sudah punya titel pahlawan.
Tapi, Allah akan membayar upah kita di surga sesuai dengan perbuatan kita. Tetap
semangat. Jangan menyerah. Karena jasamu akan dicatat dalam catatan sejarah
anak didikmu. Jayalah guru sukarela, Jayalah pendidikan di Paniai-Papua.
*) Penulis
adalah salah satu “Pahlawan Negara Tanpa Gaji” yang mengajar di beberapa
sekolah di Paniai-PAPUA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar